Pentingnya Mencantumkan Hak Waris pada Sertifikat Rumah dan Tanah

Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 mengenai pendaftaran tanah, harus ada tada bukti hak atas tanah dan bangunan yaitu berupa sertifikat. Melalui Badan Pertanahan Nasional sertifikat dikeluarkan sesuai kantor pertanahan masing-masing daerah. Sertifikat hak atas tanah ini dicetak dua rangka, satu rangkap dibawa dan disimpan oleh kantor BPN sebagai buku tanah sedangkan satu rangkapnya lagi dipegang oleh pemilik sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikan tanah dan bangunan. Isi dari buku tanah tersebut mencantumkan secara detail mengenai tanah, baik data fisik maupun data yuridis misalnya luas, batas-batas, dasar kepemilikan, data-data pemilik serta lain-lain.

 

Sedangkan data fisik tanah yang berada dalam Surat Ukur yang terdapat di sertifikat pada halaman terakhir hanya menunjukkan luas tanah dan tidak melampirkan ukuran secara detail. Pada data bangunan juga tidak dicantumkan dalam sertifikat, apabila terdapat bangunan di atas tanah, maka di sertifikat akan tertera keterangan bahwa di atas tanah ada bangunan.

Dalam pembuatan sertifikat sering kita menemukan sertifikat tanah warisan. Di dalam sertifikat tersebut dijelaskan posisis kepemilikan dari tanah dimaksud terlebih dahulu. Di dalamnya terdapat nama si pewaris yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan. Biasanya sertifikat tersebut sudah diwariskan oleh kakek nenek, atau ayah ibu kita. Sehingga kepemilikan rumah berpindah tangan pada anak cucu mereka. Jika ingin memudahkan masa depan anak cucu, dalam sertifikat hak atas tanah sebaiknya dicantumkan nama kepemilikan yang akan diserahkan jika suatu saat pemilik sertifikat tersebut meninggal dunia. Surat wasiat sendiri ada macam-macam bentuknya , baik dalam akta notaris dan didaftarkan di Pusat Daftar Wasiat, bisa juga hanya berupa wasiat lisan atau surat wasiat tertulis meskipun tidak melibatkan notaris.

Wasiat yang dijelaskan dalam bentuk lisan atau surat bawah tangan, biasanya terasa sulit dijalankan jika tidak ada persetujuan dan pengakuan dari ahli waris yang lain bahwa wasiat tersebut benar adanya dan ahli waris lain merasa tidak keberatan. Berbeda dengan wasiat yang berbentuk akta notaris, biasanya secara jelas ditunjuk pelaksana wasiatnya juga. Dengan keterangan yang jelas seperti itu pelaksana wasiat bisa datang ke kantor kecamatan daerah setempat guna membuat Akta Hibah Wasiat.

 

Pembuatan akta hibah pun telah diatur dalam undang-undang hukum perdata. Adapun syarat dan tata cara hibah berdasarkan KUHPerdata yaitu pemberi hibah harus sudah dewasa, sudah cakap menurut hukum, notaris sebagai pembuat akta hibah dan menyimpan yang aslinya, suatu hibah mengikat yang penghibah suatu akibat mulai dari penghibahan melalui kata-kata yang tegas kemudian diterima oleh si penerima hibah, apabila penerima hibah belum dewasa maka harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua.

Leave a Reply